Kamis, 11 Maret 2010

LANSIA MASA KINI DAN MENDATANG

Deputi I Menkokesra
Kemajuan di bidang kesehatan, meningkatnya sosial ekonomi masyarakat dan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat yang bermuara dengan meningkatnya pada kesejahteraan rakyat akan meningkatkan usia harapan hidup sehingga menyebabkan jumlah penduduk Lanjut Usia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Jika pemerintah dan berbagai program pembangunan tidak mengantisipasi keadaan ini maka keberadaan Lanjut Usia akan menjadi bom waktu.

Keadaan Lansia di Indonesia

Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging struktured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas sekitar 7,18%. Provinsi yang mempunyai jumlah penduduk Lanjut Usia (Lansia)nya sebanyak 7% adalah di pulau Jawa dan Bali. Peningkatan jumlah penduduk Lansia ini antara lain disebabkan antara lain karena 1) tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, 2) kemajuan di bidang pelayanan kesehatan, dan 3) tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat.

Jumlah Penduduk Lansia Indonesia
Tahun Usia Harapan Hidup Jumlah Penduduk Lansia %
1980 52,2 tahun 7.998..543 5,45
1990 59,8 tahun 11.277.557 6,29
2000 64,5 tahun 14.439.967 7,18
2006 66,2 tahun +19 juta 8,90
2010 (prakiraan) 67,4 tahun +23,9 juta 9,77
2020 (prakiraan) 71,1 tahun +28,8 juta 11,34

Jumlah penduduk Lansia pada tahun 2006 sebesar kurang lebih 19 juta, usia harapan hidup 66,2 tahun, pada tahun 2010 diperkirakan sebesar 23,9 juta (9,77%), usia harapan hidupnya 67,4 tahun dan pada tahun 2020 diperkirakan sebesar 28,8 juta (11,34%), dengan usia harapan hidup 71,1 tahun. Dari jumlah tersebut, pada tahun 2010, jumlah penduduk Lansia yang tinggal di perkotaan sebesar 12.380.321 (9,58%) dan yang tinggal di perdesaan sebesar 15.612.232 (9,97%). Terdapat perbedaan yang cukup besar antara Lansia yang tinggal di perkotaan dan di perdesaan. Perbedaan ini bisa jadi karena antara lain Lansia yang tadinya berasal dari desa lebih memilih kembali ke desa di hari tuanya, dan mungkin juga bisa jadi karena penduduk perdesaan usia harapan hidupnya lebih besar karena tidak menghirup udara yang sudah berpolusi, tidak sering menghadapi hal-hal yang membuat mereka stress, lebih banyak tenteramnya ketimbang hari-hari tiada stress atau juga bisa jadi karena makanan yang dikonsumsi tidak terkontaminasi dengan pestisida sehingga membuat mereka tidak mudah terserang penyakit sehingga berumur panjang.

Namun jika dilihat pada tahun 2020 walaupun jumlah Lansia tetap mengalami kenaikan yaitu sebesar 28.822.879 (11,34%), ternyata jumlah Lansia yang tinggal di perkotaan lebih besar yaitu sebanyak 15.714.952 (11,20%) dibandingkan dengan yang tinggal di perdesaan yaitu sebesar 13.107.927 (11,51%).

Kecenderungan meningkatnya Lansia yang tinggal di perkotaan ini bisa jadi disebabkan bahwa tidak banyak perbedaan antara rural dan urban. Karena pemusatan penduduk di suatu wilayah dapat menyebabkan dan membentuk wilayah urban. Suatu contoh bahwa untuk membedakan wilayah rural dan urban di antara kota Jakarta dan Bekasi atau antara Surabaya dengan Sidoarjo serta kota-kota lainnya kelihatannya semakin tidak jelas. Oleh karena itu benarlah kata orang bahwa Pantura adalah kota terpanjang di dunia, tidak jelas perbatasan antara satu kota dengan kota lainnya.

Alasan lain mengapa pada tahun 2020 ada kecenderungan jumlah penduduk Lansia yang tinggal di perkotaan menjadi lebih banyak karena para remaja yang saat ini sudah banyak mengarah menuju kota, mereka itu nantinya sudah tidak tertarik kembali ke desa lagi, karena saudara, keluarga dan bahkan teman-teman tidak banyak lagi yang berada di desa. Sumber penghidupan dari pertanian sudah kurang menarik lagi bagi mereka, hal ini juga karena pada umumnya penduduk desa yang pergi mencari penghidupan di kota, pada umumnya tidak mempunyai lahan pertanian untuk digarap sebagai sumber penghidupan keluarganya.

Selain itu bahwa di masa depan sektor jasa mempunyai peran yang penting sebagai sumber penghidupan. Oleh karena itu suatu negara yang tidak mempunyai sumber daya alam yang cukup maka di era globalisasi akan beralih kepada sektor jasa sebagai sumber penghasilannya, contoh negara Singapura. Pada hal sektor jasa dapat berjalan dan hidup hanya di daerah perkotaan.



Lansia masa kini dan mendatang

Usia harapan hidup (UHH) tertinggi laki-laki adalah DKI Jakarta dan DIY, sedangkan terendah di Jawa Barat, sedangkan UHH perempuan tertinggi adalah adalah DKI Jakarta, dan terendah di Jawa Barat. Sedangkan jumlah penduduk Lansia tertinggi dan terendah baik laki-laki maupun perempuan adalah di Jawa Timur (tertinggi) dan Bali (terendah). Proses kematian Lansia di perkotaan disebabkan penuaan, sedangkan di perdesaan lebih banyak disebabkan oleh penyakit infeksi.

Dalam kaitannya dengan pemberdayaan, diupayakan agar Lansia dapat melaksanakan fungsi sosialnya serta berperan aktif dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu Lansia mempunyai kewajiban, antara lain 1) memberikan bimbingan dan nasehat yang didasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, dan kearifannya, 2) mentransformasikan dan mengamalkan ilmu pengetahuan dan pengalamannya, dan 3) memberikan keteladanan.

Hanya saja apakah dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya itu ada suatu forum yang dapat memfasilitasi ataukah hanya sebatas pada lingkungannya saja ?

Ada suatu cerita singkat yang menarik untuk diutarakan, dimana pada era pembangunan yang semakin dinamis dan tidak diikuti dengan meningkatnya kesempatan mengeyam pendidikan bagi kaum perempuan tersebut ternyata akan membawa dampak semakin menderitanya para eyang putri, mbah wedok, oma, opung, nenek, nyai dan entah apa lagi sebutannya. Dalam mengikuti dinamika pembangunan yang gegap gempita ini mereka semakin merasa kesepian. Mengapa….? Mereka itu pada masa tuanya tetap bermukim di desa/kampung yang nun jauh di sana, kurang bahkan tidak tersentuh dari kemajuan pembangunan di bidang pendidikan. Mereka tidak bisa baca tulis. Sedangkan disisi lain, saat ini para generasi mudanya untuk mendapatkan penghasilan yang layak harus ke luar dari kampungnya. Di desa/kampungnya mereka tidak dapat berbuat banyak kecuali kalau mereka ke luar dari desanya untuk mendapatkan pekerjaan. Sudah dapat dipastikan walaupun tidak mempunyai keterampilan yang memadai mereka tetap pergi ke kota untuk mengadu nasib mencari peruntungan. Tekad yang membara akhirnya mereka mendapat pekerjaan yang jauh dari desanya. Orang tuanya yang pada umumnya kurang bisa baca tulis tidak dapat berbuat banyak. Suatu hari sang ibu atau nenek tersebut mendapat surat dari anaknya yang sudah melanglang buana, diantara anak-anaknya ada yang menjadi Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri, sedangkan anak yang lainnya ada yang masih tetap tinggal dan bekerja di Indonesia, namun berada jauh di luar provinsi asalnya.

Surat yang diterima sang nenek tidak dapat dibaca, sehingga sang nenek tidak mengetahui isi surat itu. Akhirnya surat dari anaknya tetap tergeletak di ujung meja depan yang sudah lama tidak dibersihkan. Mengapa dalam cerita ini sang nenek ? Karena usia harapan hidup kaum perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan kaum laki-laki, sehingga banyak Lansia perempuan yang hidup sendirian karena ditinggal mati suaminya. Dalam kaitannya dengan pendidikan, menurut BPS pada tahun 2000 bahwa jumlah Lansia yang tidak pernah sekolah sebesar 38%. Sang nenek menurut cerita di atas adalah salah satu dari 38% sebagaimana dimaksud.



Kesejahteraan rakyat

Pembangunan Manusia Indonesia sebagai suatu padadigma baru dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia diharapkan dapat membuat pilihan-pilihan penting, antara lain berumur panjang dan sehat, menguasai ilmu pengetahuan, mempunyai akses terhadap sumber daya yang dibutuhkan agar dapat hidup layak sehingga dapat memberikan keseimbangan dalam hidupnya. Sedangkan muara dari Pembangunan Manusia Indonesia adalah meningkatnya kesejahteraan rakyat.

Oleh karena itu terdapat korelasi antara meningkatnya jumlah Lansia dari tahun ke tahun dengan keberhasilan dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Kemajuan pengetahuan di bidang kesehatan, meningkatnya sosial ekonomi masyarakat akan membawa dampak terhadap meningkatnya usia harapan hidup. Dalam kaitannya dengan permasalahan tersebut seharusnya diantisipasi baik oleh pemerintah, kalangan usaha dan masyarakat sipil. Langkah-langkah kebijakan yang perlu diambil pemerintah, partisipasi kalangan usahawan, dan kesiapan masyarakat dalam menghadapi semakin meningkatnya jumlah Lansia di Indonesia.

Dari sisi pemerintah, antara lain harus disiapkan sarana umum agar Lansia dapat mengakses pelayanan umum yang diberikan, bagi masyarakat pengusaha perlu ditingkatkan partisipasinya dalam bentuk dukungan seperti penyediaan tempat hunian Lansia yang representatif (tidak gratisan) dan profesional, sedangkan dari anggota masyarakat adalah kesiapan secara phisik dan mental agar menjadi mampu dan terampil dalam merawat serta menyiapkan phisik dan mental seluruh keluarga dan anak-anaknya untuk menjadi pendamping setia bagi nenek dan kakek atau bahkan orang tuanya sendiri.

Yang perlu diperhitungkan adalah karena kemajuan di bidang kesehatan dan semakin meningkatkan penghasilan dan gizi masyarakat, maka dapat dipastikan akan semakin menambah jumlah Lansia yang masih tetap sehat, tidak mau tergantung kepada anak cucunya, dan sebagian besar masih mempunyai potensi untuk tetap produktif. Oleh karena itu, maka perlu dipikirkan tentang antisipasi kebijakan-kebijakannya oleh pemerintah. Misalnya seperti di negara-negara Eropa bahwa usia pensiun meningkat menjadi 65 tahun. Mungkinkah di Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat diterapkan hal tersebut ? Tentu saja harus diseleksi secara ketat, tidak hanya semata-mata dilihat dari segi usianya, tapi produktivitasnya.


LANSIA DAN REFORMASI BIROKRASI

Bagian Ketiga

Indonesia jagonya mengeluarkan undang-undang

Kalau soal banding membanding lagi-lagi kita selalu yang berada di bawah. Misalnya soal Human Development Index (HDI), negara yang baru muncul saja seperti Vietnam sudah berada di atas Indonesia. Lantas bagaimana soal fasilitas terhadap penduduk Lanjut Usia (Lansia) ?

Peraturan perundang-undangan sudah segudang diterbitkan mulai yang mengatur tentang Kesehatan (UU 23/1992), mengatur tentang Kesejahteraan Lansia (UU 13/1998), mengatur Hak Azasi Manusia (UU 39/1999), dan yang mengatur tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU 40/2004). Namun sejauhmana berbagai peraturan tersebut menyentuh soal Lansia ?

Banyak instansi terkait yang seharusnya secara khusus mengimplementasikan dalam bentuk peraturan pelaksanaan sesuai dengan tugas dan fungsi yang melekat dan menjadi tanggungjawab instansinya. Misalnya Departemen Perhubungan yang dapat memberikan fasilitas bagi Lansia untuk potongan harga pembayaran tiket pesawat terbang, kereta api, bus umum. Pemberian fasilitas ini dulu pernah diberikan untuk tiket pesawat (namun sekarang tidak ada lagi). Mungkinkah dilakukan pengaturan untuk pemotongan harga atau jika memungkinkan gratis untuk biaya transportasi umum dalam kota bagi Lansia ?

Bangsa Indonesia memang pintar membuat sloga-slogan, tetapi pada kenyataannya masih jauh dari harapan dan kenyataan. Misalnya ”Bangsa yang besar adalah yang menghormati para pahlawannya”, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang ramah, sopan, santun, berbudaya, dermawan dan entah sebutan apalagi. Mari kita bertanya pada diri sendiri, mana bukti pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari.

Selalu yang dijadikan alasan adalah payung hukumnya, namun jika mengamati secara jeli maka terdapat tumpang tindih dan ketidaksinkronan antara peraturan yang satu dengan yang lainnya dan bahkan setelah diterbitkannya peraturan perundangannya, peraturan pelaksanaannya tidak/belum terbit setelah sekian lama, sebagai contoh adalah pelaksanaan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Perbandingan Kesejahteraan Lansia di Korea Selatan

Untuk mengetahui tentang pelaksanaan kesejahteraan Lansia di negara Ginseng, Korea Selatan, beberapa anggota Komnas Lansia melakukan studi banding.

Kegiatan studi banding ini bertujuan mendapatkan sebanyak mungkin masukan dan bahan banding yang berkaitan dengan kebijakan, kelembagaan dan komisi yang berperan dalam penanganan Lansia.

Kebijakan tentang penanganan Lansia sudah sama-sama dipayungi dengan hukum baik di pemerintahan Korea Selatan maupun di Indonesia. Di Korea Selatan aplikasi kebijakan dapat dilihat dengan adanya pemberian fasilitas gratis bagi Lansia, jika yang bersangkutan naik public transportation (bus dan subway). Di kedua fasilitas umum tersebut disediakan tempat khusus bagi Lansia. Hal ini memungkinkan karena jumlah bus umum dan subway cukup banyak sehingga penumpangnya tidak berjubel seperti di Indonesia.

Lain lagi kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan kalau di Indonesia seperti Panti Sosialnya. Suatu panti sosial ”Senior Welfare Centre” di Kota Seoul sehari-harinya menampung sekitar 3.000 Lansia, dan dapat memberi makan gratis bagi 2.000 orang Lansia. Dalam Senior Welfare Centre tersebut dilengkapi dengan fasilitas olahraga, ruang untuk menonton televisi, perpustakaan, pelayanan kesehatan, ruang untuk belajar musik, menyanyi, melukis, komputer, dan ruang makan.

Dan tidak kalah pentingnya adalah ruang untuk mencari pekerjaan. Para Lansia di Korea Selatan setelah pensiun masih dapat dicarikan pekerjaan sesuai dengan bakat masing-masing. Luar Biasa.

Mungkinkah di Indonesia diberlakukan hak gratis bagi Lansia ?

Perbedaan mendasar yang dilihat adalah sifat, karakter dan kemauan yang kuat bagi masyarakat Korea Selatan yaitu sifat sopan, menghormati seniornya, orang tua, disiplin tinggi, yang di Indonesia sulit dijumpai sifat-sifat seperti itu.

Apapun yang terjadi seharusnya kita sudah dapat memulainya, karena payung hukum untuk itu sudah ada. Untuk itu pula perlu komitmen yang tinggi antara pemerintah, swasta dan masyarakat sipil untuk memulai, misalnya melakukan pemberdayaan terhadap Panti Sosial yang dimiliki pemerintah pusat atau pemerintah daerah.

Kelembagaan dan sumber dana

Apabila dilihat kelembagaan yang ada di Indonesia, sebenarnya sudah tepat Departemen Sosial yang melakukan pengelolaannya, namun dengan berlakunya otonomi daerah pelaksanaannya bisa jadi agak ruyam, karena belum tentu pemerintah daerah menaruh perhatian yang besar terhadap kesejahteraan Lansia.

Setidak-tidaknya pemerintah pusat (Departemen Sosial bersama Komnas Lansia) bekerjasama dengan Pemerintah Daerah DKI Jakarta untuk membuat pilot project di salah satu wilayah Jakarta atau kelima wilayah Jakarta. Mengapa di Jakarta, dengan alasan dapat lebih mudah dan cepat unsur pemerintah pusat memonitor perkembangannya.

Mengenai sumber dana yang dapat digunakan selain dari pemerintah adalah menggunakan dana pensiun yang ada pada Taspen, Asabri, Jamsostek dan Askes. Keputusan ini tidak mudah untuk disepakati, namun peluang untuk itu ada, oleh karena itu pembahasan bersama dengan berbagai pihak perlu dilakukan dengan segera. Siapa pemrakarsanya. Kepala Negara berdasarkan masukan dari Menko Kesra dan Menteri Sosial.

Reformasi Birokrasi

Sebagaimana telah diuraikan pada Bagian Kedua dari tulisan ini bahwa jika usia harapan hidup penduduk semakin meningkat, maka ada kecenderungan jumlah penduduk Lansia setiap tahunnya akan meningkat jumlahnya. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penduduk Lansia di Indonesia sekitar 23,9 juta jiwa (9,77% dari jumlah penduduk Indonesia).

Suatu pemikiran berkaitan dengan reformasi birokrasi, kalau di Korea Selatan, penduduk Lansianya masih dicarikan pekerjaan, mungkinkan dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk Lansia usia pensiun bagi Pegawai Negeri Sipil ditingkatkan ?. Dasar pemikirannya adalah bahwa banyak tenaga Lansia yang masih produktif sementara para juniornya belum terlalu siap untuk menggantikan tugas dan fungsi yang selama ini diemban oleh Lansia.

Pelaksanaan terhadap pemikiran ini tidaklah berlaku untuk semua, untuk itu perlu ditentukan sejumlah kriteria dan persyaratan jika kebijakan ini diterapkan, misalnya masih produktif, tidak sakit-sakitan. Untuk itu masa kerjanya dapat dilakukan melalui suatu kontrak kerja yang dapat diperpanjang setiap tahunnya.

Sebenarnya masih banyak reformasi birokrasi yang dapat dilakukan bagi Pegawai Negeri Sipil, misalnya tentang penilaian pekerjaan yang tidak mempunyai makna perlu diubah sesuai dengan kenyataan, kepangkatan dan golongan untuk menduduki suatu jabatan, karena pangkat tidak pula menunjukkan terhadap kemampuan seseorang, pangkat lebih banyak berkaitan dengan masa kerja seseorang. Sedangkan pendidikan justru yang harus ditingkatkan, penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil persyatan minimalnya adalah bagi yang mempunyai Strata 1 (S1). Oleh karena itu kalau ingin dilakukan perubahan adalah hal-hal yang bersifat internal terlebih dahulu sebagaimana tersebut diatas yang pantas untuk direform.



Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat
Kedeputian I Bidang Kesejahteraan Sosial

1 komentar:

sapi mengatakan...

sing penting ora osteo porosis