Kemiskinan telah menjadi fenomena sosial yang menuntut perhatian serius dari semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kemiskinan adalah tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia seperti pangan, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan interaksi sosial. Itulah sebabnya masalah kemiskinan dapat muncul sebagai penyebab maupun pemberat berbagai jenis permasalahan kesejahteraan sosial lainnya seperti ketunaan sosial,kecacatan, keterlantaran, ketertinggalan/keterpencilan dan keresahan sosial, yang pada umumnya berkenaan dengan keterbatasan kemampuan untuk mengakses berbagai sumber pelayanan sosial dasar.
Dilihat dari jumlah penduduk miskin menurut data BPS, pada Februari 1999 jumlah penduduk miskin Indonesia diperkirakan mencapai 47,9 juta jiwa atau 23,4 persen dan pada Februari 2004 jumlahnya diperkirakan turun menjadi 36,1 juta jiwa atau 16,7 persen. Dengan penurunan demikian, jumlah penduduk miskin tahun 2025 diperkirakan sebanyak 15,2 juta jiwa atau 5,3 persen dari perkiraan jumlah penduduk tahun 2025. Hal tersebut dapat dimungkinkan apabila Pemerintah konsisten menerapkan kebijakannya dalam memerangi kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan sosial serta menekan pertumbuhan jumlah penduduk melalui upaya salah satunya pengalokasian anggaran yang memadai.
Dari sejak dahulu sampai dengan sekarang, upaya pemenuhan kebutuhan manusia dikembangkan secara terus menerus baik oleh individu dan kelompok secara naluriah, maupun oleh masyarakat dan pemerintah secara lebih formal dan kelembagaan. Meskipun demikian, dalam setiap masyarakat selalu terdapat anggota masyarakat yang mengalami hambatan-hambatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan tersebut. Hambatan tersebut dapat timbul dan berkembang sebagai pengaruh dari perubahan sosial-ekonomi serta penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan manusia, maupun yang sering tidak dapat atau sukar untuk diperkirakan sebelumnya, misalnya bencana alam. Hal inilah yang menyebabkan permasalahan kesejahteraan tidak hanya akan selalu ada, bahkan akan selalu berkembang secara dinamis sesuai dengan perkembangan kondisi manusia itu sendiri.
Perubahan yang terjadi pada setiap bidang pembangunan, akan saling mempengaruhi dan berdampak terhadap perkembangan di bidang lainnya. Kenyataan menunjukkan bahwa fluktuasi di bidang pembangunan ekonomi yang diakibatkan oleh krisis moneter, telah menimbulkan implikasi yang luas terhadap pembangunan bidang kesejahteraan sosial. Dalam kaitan inilah, pemerintah menyadari betapa perlunya pembangunan kesejahteraan sosial, di mana fungsi pembangunan di bidang kesejahteraan sosial adalah untuk mengupayakan agar berbagai masalah sosial seperti masalah kemiskinan dan keterlantaran, kecacatan, ketunaan sosial dan penyimpangan perilaku, ketertinggalan/ keterpencilan, serta korban bencana dan akibat tindak kekerasan dapat ditangani secara terencana, terpadu dan berkesinambungan.
Upaya mengangkat derajat kesejahteraan sosial tersebut, dapat dipandang sebagai bagian dari investasi sosial yang ditujukan untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas SDM Bangsa Indonesia, sehingga mampu menjalankan tugas-tugas kehidupannya secara mandiri sesuai dengan nilai-nilai yang layak bagi kemanusiaan. Dalam hal ini, pembangunan kesejahteraan sosial dapat menjadi salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan sosial ekonomi serta berbagai kecenderungan primordialisme dan eksklusivisme yang mengancam tatanan hidup bangsa Indonesia, di mana bila kita abaikan maka akan mengarah pada terjadinya friksi dan konflik horizontal, sehingga pada gilirannya dapat menimbulkan disintegrasi sosial yang menurunkan harkat dan martabat bangsa.
Pembangunan kesejahteraan sosial adalah usaha yang terencana dan terarah yang meliputi berbagai bentuk intervensi sosial dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia, mencegah dan mengatasi masalah sosial, serta memperkuat institusi-institusi sosial. Ciri utama pembangunan kesejahteraan sosial adalah holistik komprehensif dalam arti setiap pelayanan sosial yang diberikan senantiasa menempatkan penerima pelayanan (beneficiaries) sebagai manusia, baik dalam arti individu maupun kolektifitas, yang tidak terlepas dari sistem lingkungan sosiokulturalnya. Pengertian tersebut mengandung pokok-pokok pikiran bahwa tujuan pembangunan kesejahteraan sosial mencakup seluruh masyarakat dan bangsa Indonesia, dengan fokus utama pada kelompok yang kurang beruntung atau warga masyarakat yang mengalami masalah sosial.
Pembangunan kesejahteraan sosial menekankan pada keberfungsian sosial manusia dalam kehidupan sosial masyarakatnya. Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah tercapainya kondisi kesejahteraan sosial yang adil dan merata serta berjalannya suatu sistem kesejahteraan sosial yang mapan dan melembaga sebagai salah satu piranti kehidupan masyarakat Indonesia dalam upaya menjadi bangsa yang maju, mandiri dan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan standar kemanusiaan.
Perkembangan pembangunan kesejahteraan sosial tidak terlepas dari perkembangan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Taraf kesejahteraan masyarakat Indonesia secara umum mengalami peningkatan yang berarti dari waktu ke waktu terutama sampai tahun 1997. Peningkatan itu terjadi dalam konteks demografis dimana penduduk walaupun masih bertambah jumlahnya tetapi kecepatan pertambahannya terus berkurang sebagai akibat turunnya angka kelahiran. Angka kelahiran total selama kurun waktu 1967-1970 sekitar 5,6. Angka itu hanya tinggal separuhnya (2,6) dalam kurun waktu 2000-2003.
Dilihat dari jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial maupun kompleksitasnya, permasalahan sosial di Indonesia saat ini cenderung meningkat. Untuk menghadapi berbagai permasalahan sosial tersebut dalam kurun waktu tahun 2005-2025, diperlukan pemahaman yang mendalam terhadap: (1) situasi perkembangan lingkungan strategis baik global, regional maupun nasional, (2) kondisi dan permasalahan sosial yang akan dihadapi (3) kemampuan dan realisasi pembangunan kesejahteraan sosial, serta (4) tantangan ke depan, serta (5) tindak lanjut yang harus dilakukan.
Tabel 2.1. dibawah menggambarakan jenis, jumlah dan satuan penyandang masalah kesejahteraan sosial di Indonesia pada Tahun 2004.
Tabel 2.1
Data PMKS Nasional di 30 Provinsi (377 Kabupaten/Kota)
Jenis PMKS | Jumlah | Satuan |
Anak Balita Telantar | 1.138.126 | Jiwa |
Anak Telantar | 3.308.642 | Jiwa |
Anak Korban Tindak Kekerasan/ Diperlakukan Salah | 48.526 | Jiwa |
Anak Nakal | 189.075 | Jiwa |
Anak Jalanan | 98.113 | Jiwa |
Anak Cacat | 365.868 | Jiwa |
Wanita Rawan Sosial Ekonomi | 1.253.921 | Jiwa |
Wanita Korban Tindak Kekerasan/ Diperlakukan Salah | 42.844 | Jiwa |
Lanjut Usia Telantar | 3.092.910 | Jiwa |
Lanjut Usia Korban Tindak Kekerasan | 11.689 | Jiwa |
Penyandang Cacat | 1.847.692 | Jiwa |
Penyandang Cacat Eks Penyakit Kronis | 216.148 | Jiwa |
Tuna Susila | 87.536 | Jiwa |
Pengemis | 28.305 | Jiwa |
Gelandangan | 59.051 | Jiwa |
Bekas Narapidana | 118.183 | Jiwa |
Korban Penyalahgunaan Narkotika | 245.774 | Jiwa |
Keluarga Fakir Miskin | 14.807.332 | Jiwa |
Rumah Tidak Layak Huni | 6.525.947 | Rumah |
Keluarga Bermasalah Sosial Psikologis | 195.474 | KK |
Komunitas Adat Terpencil | 267.795 | KK |
Masyarakat yang Tinggal di Daerah Rawan bencana | 2.075.116 | KK |
Korban Bencana Alam | 1.139.363 | Jiwa |
Korban Bencana Sosial/Pengungsi | 654.952 | Jiwa |
Pekerja Migran Telantar | 45.375 | Jiwa |
Penyandang HIV/AIDS | 5.560 | Jiwa |
Keluarga Rentan | 1.926.210 | KK |
0 komentar:
Posting Komentar